Terigu dari Umbi-umbian UGM Kaya Prebiotik
JAKARTA – Guna memenuhi kebutuhan akan tepung terigu, pemerintah pun gencar meningatkan impor. Namun, ketergantungan akan impor ini menjadi keprihatinan tersendiri.
Berangkat dari kondisi tersebut, Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) Universitas Gadjah Mada (UGM) mencari alternatif bahan baku pengganti terigu dari umbi-umbian. Salah satu peneliti PSPG, Prof. Dr.Ir. Eni Harmayani, M.Sc, mengatakan, pengembangan bahan pangan lokal menjadi bahan pangan fungsional mampu mengurangi ketergantungan akan impor gandum dan menghapus penilaian rendah masyarakat terhadap umbi-umbian.
"Pengembangan umbi-umbian sebagai pangan fungsional diyakini bisa meningkatkan posisi umbi-umbian," kata Eni seperti dikutip dari laman resmi UGM, Senin (2/2/2015).
Menurut Eni, dengan riset ini, nantinya umbi-umbian juga mampu dimanfaatkan sebagai pengganti bahan utama maupun pendukung produk-produk lain, seperti roti, snack, bakso, mi, biskuit, bahan penyalut, pengental dan sebagainya. Selain itu, saat ini penggunaan terigu terbesar ada pada segmen biskuit, cookies,wafer dan crackers.
"Karenanya potensi pengembangan cookies yang mengandung prebiotik dari umbi-umbian lokal cukup besar," ujarnya.
Tepung dari umbi-umbian ini memiliki kelebihan pada kekayaan karbohiudrat dan kandungan prebiotik yang dapat membantu proses pencernaan dan meningkatkan sistem imun. Kandungan prebiotik tersebut di antaranya terdapat pada ubi jalar, gembili dan ganyong.
Eni mengimbuhkan, upaya ini juga perlu didukung oleh teknologi proses yang nantinya dapat lebih efisien dalam proses pengolahan umbi-umbian tersebut. Di sisi lain, dia mengkritisi kurangnya perhatian pemerintah terhadap petani yang menanam tanaman pangan lokal ini.
"Dukungan pemerintah sangat diperlukan sehingga produksi pangan lokal ini bisa meningkat," paparnya.
Hal tersebut diamini oleh Ketua PPSG UGM, Prof. Umar Santoso. Sebab, kata Umar, kesulitan dalam memproduksi tepung terigu dari umbi-umbian menjadikan harganya tiga kali lipat lebih mahal karena tidak banyak industri skala besar yeng memproduksinya.
"Masyarakat diajak mngonsumsi pangan lokal lewat diversifikasi pangan sehingga pihak investor dan industri melirik budidaya pangan lokal tersebut. Tapi jika yang digalakkan impor gandum, maka kita akan terus ketergantungan," imbuhnya.
source